Selain Alquran, pegangan umat tentang pelaksanaan ibadah ialah melalui hadits. Salah satunya berkaitan dengan Qunut. Banyak ulama yang berbeda pendapat. Terlebih menanggapi hadits tentang qunut tersebut.
Perbedaan pendapat ini didasarkan pada pemahaman terkait perilaku yang dilakukan oleh Nabi. Sebagaimana Nabi saw diutus oleh Allah untuk mengenal Rabbnya. Tentunya dengan memberikan pengajaran tentang berbagai hal.
Beliau pula pernah mengatakan ketika masih hidup di dunia, maka beliau akan terus mengajarkan sesuatu. Maksudnya adalah percontohan yang benar dalam menjalankan ibadah.
Beliau juga sudah menjelaskan tentang ibadah apa saja yang bernilai wajib. Contohnya adalah sholat 5 waktu, puasa, dan zakat.
Sementara sisanya merupakan contoh dari kesunahan. Ketika dikerjakan mendapatkan pahala. Apabila tidak dikerjakan, maka seseorang tidak akan berdosa.
Hadits Mengenai Qunut
Ada beberapa hadits tentang qunut yang mana dipahami secara berbeda oleh para ulama. Tentunya, pemahaman ini dilihat dari sudut pandang yang lain. Makanya, muncullah khilafiyah yang nyatanya dijalankan oleh setiap muslim yang mengikuti paham dari Imam tertentu.
Hadits pertama diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud dalam sunah Muslim. Sesungguhnya Nabi Muhammad saw telah Qunut dalam sholah Fajar (Subuh) selama satu bulan, kemudian Beliau meninggalkannya.
Hadits kedua ini sunah Mutafaqun Alaih yang diriwayatkan Sahabat Anas. Rasulullah saw Qunut satu bulan setelah ruku’, mendoakan kecelakaan pada beberapa kabilah di Arab.
Dalam penggalan hadits lain dari sunah Muslim, lalu Beliau (Rasulullah) tidak melakukannya lagi.
Perbedaan Pendapat Dalam Menanggapi Hadits Qunut
Perlu dipahami bahwa dalam bermazhab, seseorang perlu mengikuti apa yang disyariatkan. Karena, beliaulah yang memahami makna sesungguhnya. Serta, memiliki pertimbangan khusus yang dirujuk langsung dari pegangan utama umat Islam. Salah satunya adalah Hadits yang berkaitan dengan doa qunut di atas.
Kajian ini sebenarnya telah selesai pada masa itu. Ini berarti bahwa umat Islam tinggal memilih Mazhab mana yang ingin diikuti. Tentunya tanpa memunculkan perdebatan yang sebenarnya tidak perlu lagi.
Sedikit memberi gambaran dari beberapa Mazhab. Berikut ini merupakan penggalan dari pemahaman beberapa Imam dalam menanggapi Hadits di atas.
- Pendapat Imam Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal
Membacakan doa qunut pada sholat subuh tidak disunahkan. Ini merujuk pada perilaku Nabi yang kemudian meninggalkan setelah mengerjakan selama sebulan. Dan, ini disepakati oleh beberapa ulama.
- Pendapat Imam Malik
Menanggapi hadits di atas, beliau memberikan pendapat bahwa kesunahannya masih tetap. Hanya saja, pelafalan dari doa tersebut dianjurkan untuk dipelankan.
- Pendapat Imam Syafi’i
Sedangkan menurut pendapat Imam Syafi’i yang memiliki pengikut mayoritas di tanah air, Qunut dihukumi sunah Ab’ad. Tentunya, pendapat ini merujuk pada hadist di atas.
Meskipun Nabi telah meninggalkannya, bukan berarti kesunahan akan hilang. Tetapi, ini menjadi contoh yang baik dalam beribadah.
Ibarat contoh, tidak semua hal akan dilakukan secara terus menerus. Melainkan, hanya memberikan teladan tentang bagaimana beribadah.
Seperti halnya puasa Senin. Nabi juga tidak melakukannya setiap waktu. Tetapi, kesunahan tetap terjaga ila Yaumil Qiyamah.
Dasar Qiyas inilah yang dijadikan pedoman dari Imam Syafi’i. Hingga kini, Qunut dalam sholat subuh tetap dihukumi sunah. Ketika seseorang tidak mengerjakannya, baginya perlu mengganti dengan sujud sahwi.
Itulah beberapa penggalan pendapat dalam menanggapi hadits tentang qunut. Sebagai umat Islam yang datang di akhir zaman, sudah semestinya berpaham sesuai pendapat Imam. Siapa pun Imamnya, pegang teguh tetapi tidak seharusnya memperdebatkan terlalu dalam sehingga berujung pada menghukumi sholat seseorang tidak sah.